Ibu Kiswanti: Pahlawan Pustaka Kita
Usia : 43 tahun Profesi : Ibu Rumah Tangga Domisili : Parung, Bogor Kegiatannya : Taman Bacaan, Warung Baca Lebak Wangi (Warabal)
Setelah mampu membeli sepeda, Kiswanti berkeliling meminjamkan buku sambil berjualan jamu gendong buatan sendiri.
Tak pernah terbayang sebelumnya oleh Kiswanti bahwa taman bacaan yang dirintisnya bakal berkembang seperti ini. Walau sederhana, kini taman bacaan yang dinamai Warabal (Warung Baca Lebakwangi) berfungsi bagaikan pusat studi yang lengkap. Terletak di Desa Pemagar Sari di Parung Bogor, Warabal memiliki 7.515 judul buku (di luar buku sekolah dan majalah), 7 unit komputer (satu unit di antaranya dengan akses internet) dan motor boks yang siap berkeliling ke 4 kecamatan untuk peminjaman buku. Anggotanya mencapai 1.725 orang, dengan rentang usia antara 5 hingga 50 tahun.
Aktifitas di Warabal pun sangat beragam, mulai dari PAUD, TPA, belajar mengaji, menjahit, menyulam, tari tradisional, angklung dan komputer. Juga diadakan les bahasa Inggris, pengetahuan alam, dan matematika. Dibantu oleh 15 sukarelawan pengajar yang terdiri dari mahasiswa maupun dosen. Bahkan ada program character building selama dua hari, berupa permainan outbound dan sharing tentang lingkungan yang bertujuan membentuk karakter positif pada anak. Sebagian fasilitas dan kegiatan tersebut gratis. Kalaupun ada biaya, nilainya sangat terjangkau oleh masyarakat kecil.
Dengan berbagai pekerjaan serabutan, termasuk mencari dan menjual biji melinjo, sejak 1980 (setelah lulus SD) hingga 1987 Kiswanti berhasil mengkoleksi 1.500 buku. Tahun 1987, Kiswanti ke Jakarta, menjadi pembantu rumah tangga di sebuah keluarga Filipina yang memiliki perpustakaan pribadi. Ini membuat semangatnya semakin berkobar. Di tahun ini pula wanita kelahiran 4 Desember 1963 ini bertemu Ngatmin, seorang tukang bangunan. Mereka menikah setelah Ngatmin mendukung cita-citanya mewujudkan perpustakaan.
Tahun 1994 mereka pindah ke Parung setelah membeli tanah dan membangun rumah di sana. Saat itu Kiswanti langsung menyadari tantangan yang lebih berat: kondisi desa yang masih tertinggal (tidak ada listrik dan telepon), rendahnya kesadaran terhadap pendidikan akibat faktor ekonomi dan perangai anak-anak yang sering berbicara kasar. Untuk memperbaiki hal tersebut perlu pendekatan terhadap masyarakat. Dan upaya tersebut menjadi bertambah sulit karena status yang melekat pada dirinya. "Saya adalah pendatang baru, hanya lulusan SD dan mantan pembantu rumah tangga," ujar ibu dua anak ini.
Upaya pendekatan pun dilakukan Kiswanti dengan menerapkan kehidupan gotong-royong, menjenguk tetangga yang sakit, membantu menimba air, menyapu jalan, dan mendekatkan diri dengan orang-orang lanjut usia. Selain itu ia mengajak anak-anak bermain di rumahnya, memperkenalkan belajar membaca dan wisata pendidikan keliling kampung dengan mengunjungi SPBU, puskesmas, sawah dan lain-lain. "Anak-anak melakukan wawancara dan yang membuat laporan mendapat hadiah," jelas Kiswanti. Setelah mampu membeli sepeda, Kiswanti berkeliling meminjamkan buku sambil berjualan jamu gendong buatan sendiri.
Namun, tak semua warga bisa menerima apa yang dilakukannya. Kiswanti sempat mendapat penolakan besar-besaran, karena warga beranggapan untuk mencari makan saja susah, apalagi untuk belajar.
Tahun 2003 akhirnya Kiswanti berhasil mewujudkan cita-citanya: perpustakan sederhana di rumahnya sendiri. Tapi bukan berarti Warabal tidak mengalami hambatan. Koleksi 1.500 buku di Yogya musnah dilahap banjir pada tahun 2006, padahal buku-buku tersebut rencananya dibawa ke Parung untuk menambah koleksi. Anak pertamanya pun sempat tertunda masuk universitas karena uang tabungannya digunakan untuk menambah buku-buku Warabal.
Kini, keberadaan Warabal semakin diakui. Operasional Warabal saat ini bersumber dari iuran berbagai kegiatan dan honorarium Kiswanti saat menjadi pembicara. Untuk buku, Warabal mendapat sumbangan dari sejumlah donatur. Tujuan utama Kiswanti melalui Warabal adalah agar anak-anak di lingkungannya mendapat pengarahan, tidak lagi membeda-bedakan suku, saling berempati, gotong-royong dan bersikap santun. "Anak-anak tidak harus pandai, tapi yang penting bisa mengekspresikan diri dan percaya diri," ungkap Kiswanti.
Tapi selain untuk anak-anak, Kiswanti juga mengajak kaum ibu belajar memasak dari buku, di mana bahan-bahannya dibeli patungan supaya terjangkau. Sedangkan kaum bapak diajak memanfaatkan lahan kosong untuk bercocok tanam yang caranya dipelajari dari buku. Juga ada gerakan wajib menabung Rp. 5.000/bulan melalui pertemuan kelompok ibu-ibu sebulan sekali yang anggotanya berjumlah 300 orang. Pertemuan tersebut menarik karena sang tuan rumah harus menjadi pembicara setelah sebelumnya membaca buku. Tema buku bebas, bisa tentang tanaman, kesehatan, atau apa saja sesuai keinginan calon pembicara. Pertemuan tersebut diikuti oleh 450 rumah tangga yang dibagi dalam 9 kelompok.
Menurut Kiswanti, hasil berbagai kegiatan di Warabal terlihat dari anak-anak yang lebih menghargai waktu, tidak lagi memandang teman dari suku, serta pihak sekolah menyatakan bahwa nilai dan sikap anak-anak lebih baik. Yang menggembirakan, keinginan berbagi ilmu juga menular ke sejumlah anak-anak peserta kursus. Mereka yang lebih senior kerap membantu mengajar, termasuk putra-putri Kiswanti - Afief Priadi (20 tahun) dan Dwi Septiani (15 tahun) - yang membantu mengajar bahasa Inggris dan komputer. "Bahkan Dwi bercita-cita menjadi guru," ujarnya bahagia.
Walau banyak berperan dalam perkembangan Warabal dan pendidikan di lingkungannya, Kiswanti tidak mau menjadi tokoh tunggal. Ia lebih menginginkan adanya peran serta masyarakat. "Intinya pemberdayaan dan kemandirian masyarakat," jelas wanita yang akrab disapa Bude Is ini. Ia pun kini tidak lagi memegang majelis taklim dan tabungan bulanan. Dan Kiswanti bersyukur memiliki masa lalu yang sulit sehingga bisa menjadi pembangkit semangat bagi mereka yang mengalami nasib serupa.
Kiswanti berhasil membuktikan, dengan segala keterbatasan pada dirinya dan pada lingkungannya, ia berhasil meraih apa yang dicita-citakannya. Memandang segala kelemahan yang dimilikinya sebagai kekuatan untuk berbagi dengan sesama. Membangkitkan gairah untuk menimba ilmu bagi kaum tak berpunya.
Kirim SMS Anda dengan format DA 1 ke 9123
Ref. : Hernowo Hasim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar